Tuhan bertempat di langit adalah keyakinan Firaun

Dalam Al-Quran Allah Ta’ala menceritakan kisah Fir’aun dan Nabi Musa as. Fir’aun yang telah mengaku sebagai Tuhan, tidak percaya dengan adanya Tuhan selain nya, dan juga tidak percaya bahwa Nabi Musa as adalah seorang utusan (Rasul) Tuhan, kerana Fir’aun berkeyakinan bahwa setiap yang ada (wujud) pasti punya tempat

Memang sangat wajar bila seorang Fir’aun menyangka demikian, karena ia telah mengaku diri nya Tuhan, tentu di fikirannya Tuhan Nabi Musa as juga seperti diri nya, harus punya tempat yang jelas. Tapi yang sangat tidak wajar bila andaian itu (setiap yang ada pasti punya tempat) datang dari seorang yang mengaku bertauhid dan mengaku percaya Tuhan berbeza dengan makhluk (semoga kita dijauhkan dari pemikiran Fir’aun),

Dari andaian tersebut, Fir’aun cuba menyelewengkan apa yang disampaikan oleh Nabi Musa as bahwa Nabi Musa as adalah utusan dan juga menyelewengkan kata-kata Nabi Musa seperti yang telah tertulis dalam dalam Asy Syu’araa:24:

قَالَ رَبُّ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَمَا بَيْنَهُمَا ۖ إِنْ كُنْتُمْ مُوقِنِينَ

Musa berkata: “Tuhan Pencipta langit dan bumi dan apa-apa yang di antara keduanya (Itulah Tuhanmu), jika kamu sekalian (orang-orang) mempercayai-Nya”

dan juga dalam Surah Toha:53

الَّذِي جَعَلَ لَكُمُ الْأَرْضَ مَهْدًا وَسَلَكَ لَكُمْ فِيهَا سُبُلًا وَأَنْزَلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَأَخْرَجْنَا بِهِ أَزْوَاجًا مِنْ نَبَاتٍ شَتَّىٰ

Yang telah menjadikan bagimu bumi sebagai hamparan dan Yang telah menjadikan bagimu di bumi itu jalan-jalan, dan menurunkan dari langit air hujan. Maka Kami tumbuhkan dengan air hujan itu berjenis-jenis dari tumbuh-tumbuhan yang bermacam-macam.

tentu saja Fir’aun mempertanyakan di mana keberadaan Tuhan Nabi Musa itu, karena ia yakin “setiap yang ada pasti punya tempat”, dan pilihan yang ada cuma dua yakni di langit atau di bumi. Jika di bumi tentu Nabi Musa as telah menunjukkan nya, bila di langit bagaimana Nabi Musa as mampu mengetahuinya, bagaimana mendapatkan risalah nya?

Dan Nabi Musa juga mengatakan Allah menurunkan hujan dari langit. Fir’aun yang telah termakan dengan andaian nya yang salah, tidak percaya sesuatu yang ada tapi tanpa bertempat, walaupun seorang Tuhan tidak mungkin tidak bertempat, ia telah membuktikan kepada kaum nya bahwa tidak ada Tuhan lain di bumi selain dari dia, dan hanya satu tempat lagi yang belum ia buktikan yaitu di langit, sehingga ia perintahkan pembantu nya untuk membangun bangunan yang tinggi di atas gunung, agar ia dapat melihat Tuhan Nabi Musa as, sebagaimana di ceritakan dalam Al-Quran Surat Ghafir ayat 36-37 :

وَقَالَ فِرْعَوْنُ يَا هَامَانُ ابْنِ لِي صَرْحًا لَعَلِّي أَبْلُغُ الْأَسْبَابَ (36) أَسْبَابَ السَّمَاوَاتِ فَأَطَّلِعَ إِلَى إِلَهِ مُوسَى وَإِنِّي لَأَظُنُّهُ كَاذِبًا وَكَذَلِكَ زُيِّنَ لِفِرْعَوْنَ سُوءُ عَمَلِهِ وَصُدَّ عَنِ السَّبِيلِ وَمَا كَيْدُ فِرْعَوْنَ إِلَّا فِي تَبَابٍ (37)

“Dan berkatalah Fir`aun: “Hai Haman, buatkanlah bagiku sebuah bangunan yang tinggi supaya aku sampai ke pintu-pintu [36] (yaitu) pintu-pintu langit, supaya aku dapat melihat Tuhan nya Musa dan sesungguhnya aku memandangnya seorang pendusta”. Demikianlah dijadikan Fir`aun memandang baik perbuatan yang buruk itu, dan dia dihalangi dari jalan (yang benar); dan tipu daya Fir`aun itu tidak lain hanyalah membawa kerugian [37]“.

Imam Ar-Razi [606 H] dalam mentafsirkan ayat ini menyatakan ada 4 masalah yang dipahami oleh golongan musyabbihah dari ayat ini :

وفي الآية مسائل المسألة الأولى : احتج الجمع الكثير من المشبهة بهذه الآية في إثبات أن الله في السموات وقرروا ذلك من وجوه الأول : أن فرعون كان من المنكرين لوجود الله ، وكل ما يذكره في صفات الله تعالى فذلك إنما يذكره لأجل أنه سمع أن موسى يصف الله بذلك ، فهو أيضاً يذكره كما سمعه ، فلولا أنه سمع موسى يصف الله بأنه موجود في السماء وإلا لما طلبه في السماء ، الوجه الثاني : أنه قال وإني لأظنه كاذباً ، ولم يبين أنه كاذب فيماذا ، والمذكور السابق متعين لصرف الكلام إليه فكأن التقدير فأطلع إلى الإله الذي يزعم موسى أنه موجود في السماء ، ثم قال : { وَإِنّى لأَظُنُّهُ كاذبا } أي وإني لأظن موسى كاذباً في إدعائه أن الإله موجود في السماء ، وذلك يدل على أن دين موسى هو أن الإله موجود في السماء الوجه الثالث : العلم بأنه لو وجد إله لكان موجوداً في السماء علم بديهي متقرر في كل العقول ولذلك فإن الصبيان إذا تضرعوا إلى الله رفعوا وجوههم وأيديهم إلى السماء ، وإن فرعون مع نهاية كفره لما طلب الإله فقد طلبه في السماء ، وهذا يدل على أن العلم بأن الإله موجود في السماء علم متقرر في عقل الصديق والزنديق والملحد والموحد والعالم والجاهل . فهذا جملة استدلالات المشبهة بهذه الآية

“Dan dalam ayat tersebut ada beberapa masalah, Masalah pertama, kebanyakan golongan Musyabbihah (menyamakan Tuhan dengan makhluk) berhujjah dengan ayat ini dalam menyebutkan (Itsbat) bahwa Allah di langit, dan mereka menjelaskan nya dengan bermacam alasan :

Alasan pertama : Sesungguhnya Fir’aun adalah dari pada pengingkar bagi ada (wujud) Allah, dan semua yang ia sebutkan tentang sifat Allah itu sungguh karena bahwa ia mendengar dari Nabi Musa as yang menyatakan bahwa sesungguhnya Allah ada di langit, seandainya bukan demikian, kenapa juga Fir’aun mencari Tuhan ke langit.

Alasan kedua : Fir’aun berkata: “sungguh aku yakin Musa seorang pendusta” dan ia tidak menyatakan tentang apa Musa berdusta, alasan di atas (alasan pertama) memastikan maksud Fir’aun adalah Musa berdusta tentang keberadaan Tuhan di langit, seolah-olah Fir’aun berkata : “maka aku lihat Tuhan yang di dakwa oleh Musa sesungguhnya Dia (Tuhan) ada di langit”, kemudia Fir’aun berkata : “sungguh saya yakin Musa seorang pendusta” yakni “sungguh aku yakin Musa berdusta tentang dakwaan nya bahwa Tuhan ada di langit”, dan itu menunjukkan bahwa agama Musa adalah Allah ada di langit.

Alasan ketiga : pengetahuan bahwa “kalau Tuhan ada, sungguh Dia ada di langit” adalah ilmu badihi (pengetahuan yang datang sendiri dan mustahil di tolak atau Fitrah) yang terdapat pada setiap akal, karena itu anak kecil saja apabila tunduk kepada Allah ia mengangkat wajah dan tangan nya ke langit, dan bahkan Fir’aun pun sedangkan ia sangat kufur, manakala ia mencari Tuhan, maka ia cari ke langit, dan ini menunjukkan sungguh mengetahui Tuhan ada di langit adalah ilmu yang terdapat pada akal orang yang benar, dan Zindik, dan Mulhid, dan Muwahhid, dan Alim dan Jahil. Inilah kesimpulan cara berdalil kaum Musyabbihat dengan ayat ini” [Lihat Tafsir Al-Kabir Ar-Razi, surat Ghafir : ayat 36-37]. Dan Imam Ar-Razi pun telah menjawab tiga alasan kaum Musyabbihah di atas, dalam Tafsir nya yang akan kami tulis nanti di bawah pada sesi jawaban [Insyaallah].

Sekarang cuba perhatikan di antara Firqah-Firqah yang mengaku Islam tapi sangat mendukung pemikiran Fir’aun dan Musyabbihah di atas, adalah para Syaikh Wahabi (Salafi) dan pengikut mereka sangat setuju dan mendukung ideologi dan Sekte Fir’aun itu, mereka sangat yakin dan sepakat bahwa “Setiap yang ada pasti bertempat” dan sepakat “Memahami makna dhohir dalam bab Mutasyabihat”, sehingga mereka terjerumus dalam kekufuran yang nyata dan di nyata-nyatakan, (na’uzubillah), sungguh sebuah kesesatan yang jelas bila termakan oleh ideologi Fir’aun yang sempit, bila itu juga menjadi andaian seorang yang mengaku Islam dan bertauhid, dan mengaku sebagai pemurni Tauhid dan bahkan kata nya “ber-Manhaj Salaf”, memang harus di akui bahwa cara Wahabi paling bagus dan aman dalam menebar kesesatan atas nama Islam, mereka tidak pernah merasa malu dan bersalah, semua yang menentang mereka pasti akan mendapat fitnah dari mereka di masa hidup atau setelah wafat, siapa yang mencoba menasehati mereka pasti akan dicampakkan, mereka sama sekali tidak menghiraukan kebodohan mereka dan penyimpangan mereka, yang penting sesuai selera mereka, betapa banyak ayat Al-Quran dan Hadits yang telah mereka salah-gunakan, lihat saja bagaimana cara mereka menafsirkan ayat di atas, bila memang ber-Manhaj Salaf, adakah seorang Ulama Salaf yang berdalil dengan ayat tersebut ? bila memang mengikuti pemahaman sahabat, adakah salah seorang sahabat yang berdalil demikian ? sungguh sebuah pendalilan yang memalukan, andaian seorang yang tidak percaya pada Tuhan digunakan oleh orang yang mengaku percaya pada Tuhan, apa benar Fir’aun mengetahui Tuhan ada di langit karena mendengar dari Nabi Musa as ? apa benar ajaran Nabi Musa Tuhan ada di langit ? apa benar mengakui Tuhan ada di langit sudah menjadi Fitrah manusia ? mari kita semak lanjutan Tafsir Ar-Razi di atas, (wallahul musta’an, semoga mereka mendapat hidayah-Nya, bi-jaahi Sayyidina Muhammad saw).

Imam Ar-Razi telah menjawab tiga alasan kaum Musyabbihah dalam berdalil dengan ayat tersebut, ini lanjutan dari tafsir Ar-Razi di atas :

والجواب : أن هؤلاء الجهال يكفيهم في كمال الخزي والضلال أن جعلوا قول فرعون اللعين حجة لهم على صحة دينهم ، وأما موسى عليه السلام فإنه لم يزد في تعريف إله العالم على ذكر صفة الخلاقية فقال في سورة طه { رَبُّنَا الذى أعطى كُلَّ شَىء خَلْقَهُ ثُمَّ هدى } [ طه : 50 ] وقال في سورة الشعراء { رَبُّكُمْ وَرَبُّ ءابَائِكُمُ الأولين * رَبُّ المشرق والمغرب وَمَا بَيْنَهُمَا } [ الشعراء : 26 ، 28 ] فظهر أن تعريف ذات الله بكونه في السماء دين فرعون وتعريفه بالخلاقية والموجودية دين موسى ، فمن قال بالأول كان على دين فرعون ، ومن قال بالثاني كان على دين موسى ، ثم نقول لا نسلم أن كل ما يقوله فرعون في صفات الله تعالى فذلك قد سمعه من موسى عليه السلام ، بل لعله كان على دين المشبهة فكان يعتقد أن الإله لو كان موجوداً لكان حاصلاً في السماء ، فهو إنما ذكر هذا الاعتقاد من قبل نفسه لا لأجل أنه قد سمعه من موسى عليه السلام .

وأما قوله { وَإِنّى لأَظُنُّهُ كاذبا } فنقول لعله لما سمع موسى عليه السلام قال : { رَبّ السموات والأرض } ظن أنه عنى به أنه رب السموات ، كما يقال للواحد منا إنه رب الدار بمعنى كونه ساكناً فيه ، فلما غلب على ظنه ذلك حكى عنه ، وهذا ليس بمستبعد ، فإن فرعون كان بلغ في الجهل والحماقة إلى حيث لا يبعد نسبة هذا الخيال إليه ، فإن استبعد الخصم نسبة هذا الخيال إليه كان ذلك لائقاً بهم ، لأنهم لما كانوا على دين فرعون وجب عليهم تعظيمه . وأما قوله إن فطرة فرعون شهدت بأن الإله لو كان موجوداً لكان في السماء ، قلنا نحن لا ننكر أن فطرة أكثر الناس تخيل إليهم صحة ذلك لا سيما من بلغ في الحماقة إلى درجة فرعون فثبت أن هذا الكلام ساقط .

“Jawab : Sesungguhnya mereka (Musyabbihah) adalah orang-orang yang sangat bodoh, yang membuat mereka semakin lengkap dalam kehinaan dan kesesatan, oleh karena mereka telah menjadikan perkataan Fir’aun yang terlaknat, sebagai dalil mereka atas kebenaran agama mereka, sementara Nabi Musa as dalam memperkenalkan Tuhan, tidak pernah melebihkan dari menyebutkan sifat penciptaan, sebagaimana dalam surat Thoha :50 “Tuhan kita adalah yang memberikan tiap sesuatu bagi makhluk-Nya kemudian memberi petunjuk” dan sebagaimana dalam surat Asy-Syu’ara ayat 26, 28 “Tuhan kalian dan Tuhan bapak kalian yang terdahulu – Tuhan timur dan barat dan diantara kedua nya” Maka nyatalah bahwa memperkenalkan Tuhan dengan keadaannya di langit adalah agama Fir’aun, dan memperkenalkan Tuhan dengan penciptaan dan makhluk adalah agama Nabi Musa as, siapa yang berpendapat dengan yang pertama, adalah ia di atas agama Fir’aun, dan siapa yang berpendapat dengan yang kedua, adalah ia di atas agama Nabi Musa as, kemudian kita menjawab, kita tidak bisa menerima bahwa semua yang disebutkan Fir’aun tentang sifat Allah ta’ala karena ia pernah mendengar dari Nabi Musa as, tapi karena Fir’aun berada dalam agama Musyabbihah, maka tentu ia berkeyakinan jika memang Tuhan ada, pasti Dia berada di langit, maka keyakinan Fir’aun ini sungguh datang dari diri nya, bukan karena mendengar dari Nabi Musa as, adapun perkataan Fir’aun “sungguh aku yakin Musa adalah pendusta” maka kita jawab, kemungkinan ketika Fir’aun mendengar Nabi Musa berkata “Tuhan langit dan bumi” lalu Fir’aun menyangka maksud Nabi Musa as bahwa Tuhan nya menetap di langit, sama seperti ungkapan “dia yang punya ini rumah” maksud nya dia tinggal di rumah itu. Ketika Fir’aun semakin yakin dengan sangkaan nya maka ia sebutkan andaiannya, dan ini tidak jauh kemungkinan, karena Fir’aun adalah sangat bodoh sehingga mungkin menisbahkan andaian demikian kepada nya, bila ada yang bilang tidak mungkin Fir’aun berandaian demikian, itu karena andaian tersebut layak dengan mereka, ketika mereka berada di atas agama Fir’aun, tentu mereka sangat menghargai ideologi Fir’aun itu, dan adapun alasan Musyabbihhah “sesungguhnya fitrah Fir’aun bersaksi bahwa Tuhan kalau Dia ada sungguh Dia berada di langit” maka kita jawab: kita tidak mengingkari bahwa fitrah kebanyakan manusia menyangka benar demikian, apa lagi orang yang kebodohan nya telah sampai ketingkat kebodohan Fir’aun, maka alasan fitrah tidak bisa menjadi alasan”[Lihat Tafsir Ar-Razi, surat Ghafir : ayat 36-37]

Itulah jawaban Imam Ar-Razi untuk 3 alasan kaum Musyabbihah di masalah yang pertama, sementara tiga masalah lagi yang di disebutkan oleh Imam Ar-Razi tidak kami sebutkan di sini, yakni :

المسألة الثانية : اختلف الناس في أن فرعون هل قصد بناء الصرح ليصعد منه إلى السماء أم لا؟
المسألة الثالثة : ذهب قوم إلى أنه تعالى خلق جواهر الأفلاك وحركاتها بحيث تكون هي الأسباب لحدوث الحوادث في هذا العالم الأسفل
المسألة الرابعة : قالت اليهود أطبق الباحثون عن تواريخ بني إسرائيل وفرعون أن هامان ما كان موجوداً ألبتة في زمان موسى وفرعون وإنما جاء بعدهما بزمان مديد ودهر داهر

Silakan buka Tafsir Ar-Razi, surat Ghafir: ayat 36-37 bagi yang ingin membaca lebih panjang penjelasan dari Imam Ar-Razi tentang ayat tersebut, di sini cukuplah masalah yang pertama, menjadi pelajaran bagi siapa telah salah sangka kepada Tuhan.

[Maha suci Allah dari Arah dan Tempat]

Begitu jelas pertentangan tafsiran ayat ini dari Golongan Musyabbihah dan Neo Musyabbihah yakni Salafi-Wahabi dengan nash di ayat yang lain, apalagi Salafi-Wahabi yang kata nya sangat anti dengan ilmu kalam, tapi mereka menggunakan ilmu kalam untuk membenarkan ideologi Fir’aun, tapi sayang ilmu kalam mereka justru bertentangan dengan Nash, mereka menuduh Nabi Musa as membawa ajaran “Tuhan ada di langit” tapi tidak ada dalil yang shohih dan shorih, hanya termakan oleh pernyataan Fir’aun “sungguh aku yakin Musa adalah pendusta”, keingkaran Fir’aun kepada Nabi Musa as ternyata bukan ingkar kepada tempat Tuhan di langit, tapi ingkar kepada kerasulan Nabi Musa as dan ingkar kepada adanya Tuhan selain nya.

Abu Mansur Al-Maturidi berkata :

للمشبهة تعلق بظاهر هذه الآية يقولون: لولا أن موسى – عليه السلام – كان ذكر وأخبر فرعون: أن الإله في السماء، وإلا لما أمر فرعون هامان أن يبني له ما يصعد به إلى السماء ويطلع على إله موسى على ما قال تعالى خبراً عن اللعين.
لكنا نقول: لا حجة لهم؛ فإنه جائز أن يكون هذا من بعض التمويهات التي كانت منه على قومه في أمر موسى – عليه السلام

“Kaum Musyabbihah [menyerupakan Allah dengan makhluk] berpegang dengan dhohir ayat ini, mereka beralasan : Seandainya bukan karena Musa as telah menyebut dan memberitahu Fir’aun bahwa Tuhan di atas langit, sungguh Fir’aun tidak menyuruh Haman membangun bangunan agar ia dapat naik ke langit dan melihat Tuhan Nabi Musa as, sebagaimana Firman Allah menceritakan pernyataan Fir’aun [Al-La’in].
Tetapi kita menjawab : Tidak ada dalil bagi mereka, karena kemungkinan pernyataan Fir’aun tersebut sebagian dari kebohongan Fir’aun kepada kaum nya tentang Musa as”[Lihat Tafsir Ta’wilat Ahlus Sunnah surat Ghafir ayat 37].

Ibnu Katsir [774 H] berkata :

أنه كذب موسى في أن الله عز وجل أرسله إليه

“Sesungguhnya Fir’aun tidak percaya Musa pada bahwa “Allah ‘Azza wa-jalla telah mengutusnya” [Lihat Tafsir Ibnu Katsir surat Ghafir ayat 37].

Ibnu Katsir berkata :

تكذيب موسى فيما زعمه من دعوى إله غير فرعون

“Ketidak-percayaan Fir’aun kepada Nabi Musa as pada yang disampaikan oleh Nabi Musa as yaitu mendakwa ada Tuhan selain Fir’aun” [Lihat Tafsir Ibnu Katsir surat Al-Qashash ayat 38].

Al-Baghawi [516 H] berkata :

وَإِنِّي لأظُنُّهُ يعني موسى، { كَاذِبًا } فيما يقول إن له ربًا غيري

“sungguh aku (Fir’aun) meyakini Musa berdusta tentang “ada Tuhan lain selain nya” [Lihat Tafsir Ma’alim At-Tanzil surat Ghafir ayat 7].

Al-’Allamah Syaukani [1250 H] berkata :

وَإِنّى لأَظُنُّهُ كَـٰذِباً أي: وإني لأظنّ موسى كاذباً في ادعائه بأن له إلاهاً، أو فيما يدّعيه من الرسالة

“sungguh aku (Fir’aun) meyakini Musa berdusta, maksud nya sungguh aku (Fir’aun) meyakini Musa berdusta tentang dakwaan nya bahwa “bagi nya punya Tuhan” atau pada dakwaan kerasulan nya” [Lihat Tafsir Fathul Qadir surat Ghafir ayat 37].

Al-Baidhawi [685 H] berkata :

وَإِنّى لأَظُنُّهُ كَـٰذِباً في دعوى الرسالة

“Dan aku yakin Musa berdusta pada dakwa kerasulan”[Lihat Tafsir Anwaru At-Tanzil wa-Asraru At-Ta’wil surat Ghafir ayat 37].

Al-Mufassir An-Nasafi [710 H] berkata :

وَإِنِّى لأَظُنُّهُ أي موسى { كَـٰذِباً } في قوله له إله غيري

“sungguh aku (Fir’aun) meyakini Musa berdusta pada perkataan nya “bagi nya ada Tuhan selain aku”.[Lihat Tafsir Madarik At-Tanzil wa-Haqaik At-Ta’wil surat Ghafir ayat 37].

Berkata Al-Mufassir As-Shobuni :

وإِني لأعتقد موسى كاذباً في ادعائه أن له إلهاً غيري

“Sungguh aku (Fir’aun) berkeyakinan bahwa Musa berdusta pada dakwaan nya bahwa “bagi nya ada Tuhan selain aku”.[Lihat Tafsir As-Shobuni surat Ghafir ayat 37].

Berkata Al-Qurthubi [671 H] :

وَإِنِّي لأَظُنُّهُ كَاذِباً أي وإني لأظن موسى كاذباً في ادعائه إلٰهاً دوني

“وَإِنِّي لأَظُنُّهُ كَاذِباً maksud nya sungguh aku yakin Musa berdusta pada dakwaan nya “ada Tuhan selain aku”.[Lihat Tafsir Al-Jami’ li-Ahkami Al-Quran surat Ghafir ayat 37].

Abu Hayyan [754 H] berkata :

وإني لأظنه كاذباً: أي في ادعاء الإلهية

“Dan aku yakin Musa berdusta, artinya pada dakwaan ketuhanan [Tuhan selain Fir’aun]“[Lihat Tafsir Al-Bahru Al-Muhith surat Ghafir ayat 37].

Imam Al-Qusyairi [465 H] berkata :

ولو لم يكن من المضاهاة بين مَنْ قال إن المعبودَ في السماء وبين الكافر إلا هذا لكفي به خِزْياً لمذهبم . وقد غَلِطَ فرعونُ حين تَوَهَّمَ أنَّ المعبودَ في السماء ، ولو كان في السماء لكان فرعونُ مُصِيباً في طَلَبِه من السماء .
قوله جل ذكره : { وَكَذَالِكَ زُيِّنَ لِفِرْعَوْنَ سُوءُ عَمَلِهِ وَصُدَّ عَنِ السَّبِيلِ وَمَا كَيْدُ فِرْعَوْنَ إِلاَّ فِى تَبَابٍ } .
أخبر أنَّ اعتقادَه بأنَّ المعبودَ في السماء خطأٌ ، وأنَّه بذلك مصدودٌ عن سبيل الله

“Kalau tidak ada keserupaan antara orang yang berkata bahwa Tuhan di langit dengan orang Kafir [yang menyembah berhala di bumi] kecuali ini [sama-sama meyangka Tuhan bertempat], sungguh cukup dengan ini, kehinaan pendapat mereka. Dan sungguh Fir’aun salah ketika memahami bahwa Tuhan di langit, seandainya benar Tuhan di langit, sungguh Fir’aun benar pada mencari Tuhan ke langit, namun sebaliknya, ia adalah sangkaan-sangkaan Fir’aun sahaja. sementara pada Firman Allah selanjutnya

وَكَذَالِكَ زُيِّنَ لِفِرْعَوْنَ سُوءُ عَمَلِهِ وَصُدَّ عَنِ السَّبِيلِ وَمَا كَيْدُ فِرْعَوْنَ إِلاَّ فِى تَبَابٍ

Allah menyatakan bahwa i’tiqad Fir’aun itu salah, dan dengan demikian ia pun tertutup dari jalan Allah”[Lihat Tafsir Lathaif Al-Isyarat surat Ghafir ayat 37].

At-Thabrani [360 H] berkata :

وَإِنِّي لأَظُنُّهُ كَاذِباً ، أي إني لأظن موسى كَاذِباً فيما يقولُ إنَّ له ربّاً في السَّماء

“وَإِنِّي لأَظُنُّهُ كَاذِباً maksud nya, sungguh aku yakin Musa berdusta pada pernyataan nya bahwa bagi nya ada Tuhan di langit“. [Lihat Tafsir At-Thabrani surat Ghafir ayat 37].

Di sini Wahabi mencoba mencari celah dan menuliskan sebagian saja, untuk membenarkan aqidah sesat mereka, padahal selanjutnya Imam At-Thabrani menjelaskan siapa sebenarnya yang meyakini Tuhan Musa di langit.

ولما قالَ موسى: ربُّ السَّماواتِ، فظنَّ فرعون بجهلهِ واعتقاده الباطل أنه لَمَّا لَم يُرَ في الأرض أنه في السماء

“Dan mana kala Nabi Musa berkata : Robbu As-Samawat, Fir’aun menyangka dengan kebodohan dan i’tiqad nya yang batil, bahwa ketika Tuhan Nabi Musa tidak ada di bumi, pastilah Dia di langit“[Lihat Tafsir At-Thabrani surat Ghafir ayat 37].

Imam Ibnu Jarir At-Thobari [310] berkata :

وَإِنِّي لأظُنُّهُ كَاذِبًا يقول: وإني لأظنّ موسى كاذبا فيما يقول ويدّعي من أن له في السماء ربا أرسله إلينا

“وَإِنِّي لأظُنُّهُ كَاذِبًا maksudnya berkata Fir’aun sesungguhnya aku yakin Musa berdusta pada apa yang ia katakan dan dakwakan bahwa bagi nya ada Tuhan di langit [menurut makna dhohir nya] yang mengutusnya kepada kita”.[Lihat Tafsir Jami’ Al-Bayan surat Ghafir ayat 37].

Di sini juga Wahabi mencoba mencari celah, bahkan Wahabi memakai Tafsir Imam At-Thabari di ayat tersebut, demi mencari pembenaran atas akidah sesat mereka, jika diperhatikan tafsiran Imam Thabari di atas, sepertinya Imam At-Thabari sesuai dengan pemahaman Wahabi yakni Allah berada di langit/Arasy, namun telah diketahui bahawa Imam At Tabari tidaklah berakidah seperti itu. Buktinya, dalam Tafsir yang sama, di surat Al-Baqarah ayat 29, Imam Thabari sangat jelas dan tegas berkata :

فكذلك فقل: علا علـيها علوّ ملك وسلطان لا علوّ انتقال وزوال

“Seperti demikian maka katakanlah : Tinggi Allah atas ‘Arasy bagaikan tinggi Raja, bukan tinggi berpindah dan berubah”[Lihat Tafsir Jami’ Al-Bayan surat Al-Baqarah ayat 29]

Maka seperti ini juga maksud Imam At-Thabari dalam tafsir ayat di atas, fis-sama’ artinya ‘alas-sama’ yakni tinggi martabatbukan tinggi dzat atau bertempat,

[terlepas Imam At-Thabari dari segala tuduhan jahat Wahabi.]

KESIMPULAN

Manhaj Fir’aun adalah Manhaj nya orang-orang yang meyakini Allah di langit, karena Fir’aun lah orang pertama yang menyangka Allah di langit, cuma Fir’aun tidak percaya adanya Allah karena tidak mampu dibuktikan. Kerana Firaun menyangka jika Tuhan Musa itu wujud, pastilah boleh ditunjuk dan diketahui tempatnya. Jika bukan dibumi, pastilah di langit. Itulah akidah sesat pengikut-pengikut manhaj yang sama dengan pemahaman Firaun!

Ajaran Nabi Musa as tidak mengajarkan keyakinan Tuhan berada di langit, tapi itu hanya salah faham Fir’aun dalam memahami apa yang disampaikan oleh Nabi Musa as, sebagaimana salah faham Salafi Wahabi dalam memahami Al-Quran dan Sunnah.

Dari apa yang telah diterangkan dengan panjang lebar seperti diatas ternyata Fir’aun bukan mengingkari keberadaan [tempat] Tuhan di langit, kerana tiada Nas yang jelas yang mampu membuktikan bahawa Nabi Musa mengatakan Allah bertempat di langit. Sebenarnya Firaun mengingkari adanya Allah dan sekaligus mengingkari kerasulan Nabi Musa as.

Fir’aun yakin bahwa setiap yang ada pasti bertempat, sekalipun Tuhan, karena membandingkan dengan dirinya yang mengaku sebagai Tuhan.

Tidak ada bedanya antara penyembah Tuhan di langit dengan penyembah Tuhan di bumi, kedua nya sama-sama menyembah berhala.

Termasuk dalam kategori Musyabbihah, orang yang meyakini Tuhan punya sifat bertempat, sekalipun tempat nya berbeza. Allah wujud tidak bertempat. Tidak di suatu tempat, dan tidak di semua tempat.

Fir’aun dan Salafi Wahabi sama dalam metode memahami makna Mutasyabihat, yakni berpegang dengan makna dhohir nya.

Sebagai tambahan saya nukilkan petikan dari tafsir Ibn Kathir,

 

Para Sahabat bertanya kepada Rasulullah, “DIMANAKAH TUHAN KITA?” Dan Allah menurunkan ayat berikut..

وَإِذا سَأَلَكَ عِبادي عَنّي فَإِنّي قَريبٌ ۖ أُجيبُ دَعوَةَ الدّاعِ إِذا دَعانِ

Dan apabila hamba-hambaKu bertanya kepadamu mengenai Aku maka (beritahu kepada mereka): sesungguhnya Aku (Allah) DEKAT; Aku perkenankan permohonan orang yang berdoa apabila dia berdoa kepadaKu.

Sekiranya benar iktikad Allah bertempat dilangit, tentulah dengan jelas Nabi akan menerangkan kepada sahabat bahawa memang Allah bertempat di langit.

Renung-renungkan.. والله أعلمُ بالـصـواب