Faiz Amer

Pergerakan Nasionalisme di Arab

Pergerakan Nasionalisme di Wilayah Arab Saudi

Sejak 1517 hingga WWII (Perang Dunia II), Arab menjadi negara dibawah kekuasaan Khilafah Uthmaniyyah Turki. Raja-raja Arab di bawah jajahan Turki disebut Syarif, sedangkan sultan Turki memakai gelar Khalifah. Dengan adanya penjajahan Turki bangsa Arab tidak hanya diam, bangsa Arab berusaha melakukan perlawanan sehingga muncul gerakan nasionalisme.

Latar belakang timbulnya nasionalisme di Arab Saudi adalah:

 

Sejarah mencatat gerakan nasionalisme dikenal adanya dua tokoh yaitu Hussein dan Abdul Aziz Ibnu Saud.

Hussein adalah seorang syarif di Mekkah sejak 1908, pada waktu PD I (Perang Dunia I) tahun 1914, Inggris memerlukan bantuan bangsa Arab untuk mengalahkan Turki, maka di buatlah perjanjian bila Arab memihak Inggris, maka setelah PD I selesai Inggris mengakui kemerdekaan Arab. Hussein maupun Inggris sebenarnya meninginkan tanah Palestina, Syria dan Irak.

Isi dari perjanjian antara bangsa Arab dan Inggris adalah:
-Inggris berjanji akan membentuk suatu pemerintahan Arab yang merdeka baik ke dalam maupun ke luar.
-Sebelum pemerintahan Arab belum dapat menyempurnakan susunan serta alat-alat perlengkapan pemerintahannya. Inggris berjanji akan melindungi pemerintahan Arab dari setiap campur tangan asing dan mempertahankan dari serangan Asia.
-Sementara pemerintahan Arab belum mempunyai alat-alat perlengkapan yang cukup, Basrah akan diletakan di bawah pendudukan Inggris dengan ketentuan bahwa Inggris akan membayar kepada pemerintah Arab sejumlah uang yang akan ditentukan pemerintah Arab sesuai dengan keperluan.
-Selama dalam ke adaan perang, Inggris berjanji akan memenuhi segala keperluan pemerintah Arab, baik keperluan militer dan kewangan lainnya.
-Inggris berjanji akan memutuskan jalan kereta api Arab-Turki untuk mengurangi tekanan musuh terhadap bangsa Arab.

Inggris ternyata mengingkari perjanjian tersebut, selain mengadakab perjanjian dengan Hussein, Inggris mengadakan perjanjian dengan Perancis yang terkenal dengan Sykes-Picot Agreement pada 9 Mei 1916. Inti dari perjanjian antar Inggris dan Perancis adalah Inggris berjanji setelah PD I usai dan dapat mengalahkan Turki, Inggris akan membagi tanah Israel, Palestina dan Irak pada Perancis.

Dalam rangka memenuhi perjanjian dengan Inggris, bangsa Arab melakukan pemberontakan terhadap Turki pada tanggal 7 Juni 1916, Hussein memproklamirkan kemerdekaan Arab pada tanggal 27 Juni 1916 dan Hussein sebagai raja Arab. Inggris di bantu anak-anak Hussein dalam melakukan perlawanan dengan Turki yaitu Abdullah dan Faisal, sehingga Turki mengakui kekalahan pada tanggal 30 Oktober 1918. Dalam PD I terkenal seorang dinas rahasia Inggris yang bernama Thomas Edward Lawrence, yang menyamar sebagai orang arab dan membakar semangat bangsa Arab untuk melawan Turki.

Thomas Edward Lawrence (1885-1935) terkenal dengan nama Lawrence of Arabia, mengakui Inggris telah berhianat tergadap dirinya dan bangsa Arab. Setelah PD I Hussein dihidangkan dengan perjanjian Sykes-Picto yang menyatakan tanah Palestina dan Irak menjadi milik Inggris, kemudian tanah Syria menjadi mandat Perancis. Karna desakan Inggris, Hussein dengan terpaksa menyetujui perjanjian terdebut, hal ini membuat orang-orang bangsa Arab geram dan memaksa Hussein turun takhta dan di gantikan anaknya Ali menjadi raja, namun Ali dapat di kalahkan kaum Wahabi di bawah pimpinan Abdul Aziz Ibnu Suud, raja dari Najd. Ali dan Hussein akhirnya melarikan diri ke luar negeri, Abdul Aziz Ibnu Saud menggantikan posisi Ali menjadi raja Arab. Tetapi wilayah kerajaan Arab tidak menyangkut Palestina, Irak dan Syria.

Inggris ingin melenyapkan Hussein, namun Inggris takut dengan Abdul Aziz sehingga Inggris melancarkan strategi yaitu:
-Membentuk daerah-daerah bebas di Palestin, Transyordania dan Irak untuk menahan kekuatan Abdul Aziz.
-Mengangkat Abdul Aziz sebagai Amir di Transyordania dan Faisal sebagai raja Irak.

Siasat Inggris tersebut dimaksudkan terjadi perpecahan antara Abdul Aziz dengan anak-anak Hussein, Abdul Aziz kemudian mengalihkan perhatiannya ke Selatan dan melakukan penyerangan terhadap Yaman pada 1934. Dalam penyerangan Abdul Aziz ke Yaman, Abdul Aziz mendapatkan gangguan Inggris, kerana Inggris takut Abdul Aziz akan menyerang Aden milik Inggris, sehingga Yaman di jadikan negara merdeka oleh Inggris dan berfungsi sebagai negara Buffer State antara Suud Arab dengan Aden.

Saat pemerintahan Abdul Aziz Ibnu Suud banyak sekali perkembangan yang terjadi di tanah Arab. Jalan-jalan raya dibangun, alat transportasi moderen mulai digunakan, kesehatan kemudian ditingkatkan dan pendidikan diperluas. Kekayaan Abdul Aziz Ibnu Suud diperoleh dari kopensasi yang diberikan pada perusahaan minyak Aramco, perusahaan pertambangan minyak di pantai timur Arabia, dekat kepulauan Bahrein.

+60132228549